Sistem koloid banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, seperti di alam (tanah, air, dan udara), industri, kedokteran, dan pertanian. Di industri sendiri,
aplikasi koloid untuk produksi cukup luas. Hal ini disebabkan sifat
karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur
zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan satu sama lain secara homogen dan
bersifat stabil untuk produksi skala besar. Salah satu sistem koloid
yang ada dalam kehidupan sehari – hari adalah jenis emulsi.
Emulsi adalah
dispersi koloidal 2 cairan yang tidak saling bercampur atau merupakan suatu sistem koloid yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan
suatu emulgator / pengemulsi untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan zat pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya akan
saling menyatu. Ditinjau dari segi
kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar. Salah
satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi
dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai
zat pengemulsi. Beberapa contoh emulsi yang lain adalah pembuatan
es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan emulgator gelatin.
A. EMULSI
Emulsi
merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan
medium pendispersinya bisa berupa zat
padat, cair, ataupun gas. Emulsi
merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya
terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi
butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir –
butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak
yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator)
merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat
pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria
(emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih
telur (Anief, 2000).
Konsistensi
emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim
setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian
didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi
fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase
internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat
setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat
dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam
minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer
hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan
pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan
juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan
pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi
yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan
tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air,
sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim.
Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan
pembentukan krim (Anonim, 1995).
Masing –
masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai nama yang
berbeda,yaitu sebagai berikut:
a) Emulsi
gas (aerosol cair )
Emulsi gas merupakan
emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan medium pendispersinnya
berupa gas.Salah satu contohnya
hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena
adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol
b) Emulsi
cair
Emulsi cair merupakan
emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya berupa fase cairan
yang tidak saling melarutkan karena kedua fase
bersifat polar dan non polar.Emulsi
ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh
susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi butiran minyak
didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam
minyak jadi butiran air dalam minyak.
c) Emulsi
padat
Emulsi
padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase
pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel
elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat
sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang
kuat.
Terdapat
2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
a. Emulsi tipe o/w , dengan ciri – ciri:
·
Di dalam misel terdapat fase lipid
·
W( water) sebagai pengemulsi
·
O (oil) yang termulsi
b. Emulsi
tipe w/o , dengan ciri – ciri :
·
Di dalam misel terdapat fase air
·
O (oil) sebagai pengemulsi
·
W (water) yang termulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak
stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau
emulgator untuk menstabilkan. Tujuan
dari penstabilan adalah untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase
terdispersi dengan pendispersinnya. Dengan
penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara
bertahap sehingga akan menurunkan energi
bebas pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energi bebas
pembentukan emulsi akan semakin mudah.
Namun kesetabilan emulsi juga
dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu, ditentukan gaya – gaya:
·
Gaya tarik – menarik yang dikenal gaya
Van der walss. Gaya ini
menyebabkan partikel – partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap
·
Gaya tolak – menolak yang terjadi karena
adanya lapisan ganda elektrik yang muatannya sama saling bertumpukan.
Sedangkan
bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam yaitu sebagai berikut :
·
Flokulasi, karena kurangnya zat
pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga
terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat
·
Koalescens, yang disebabkan hilangnya
lapisan film dan globul sehingga terjadi pencampuran
·
Kriming, adanya pengaruh gravitasi
membuat emulsi memekat pada daerah permukaan dan dasar
·
Inversi massa (pembalikan massa ) yang
terjadi karena adannya perubahan viskositas
·
Breaking/demulsifikasi, lapisan film
mengalami pemecahan sehingga hilang karena pengaruh suhu.
(Ladytulipe,
2009)
Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat
mengalami kerusakan (Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor
suhu, rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan
dapat menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk
krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna
pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat.
Pengujian
Tipe Emulsi
- Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan
bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe O/W,
maka emulsi ini akan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula
sebaliknya dengan tipe W/O.
- Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna
dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi. Misalnya
amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka akan terdispersi seragam pada
emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang larut minyak, maka akan terdispersi
seragam pada emulsi tipe W/O.
- Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan
terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika
densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari fase
dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar system
farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air;
sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe
O/W, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan
tipe W/O.
- Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair
mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika
suatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas elektrik tampak,
maka emulsi tersebut tipe O/W, dan begitu pula sebaliknya pada emulsi tipe W/O.
- Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar
sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar ultra
violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi
maka tipe emulsi itu adalah W/O, jika emulsi tipe O/W, maka fluorosensi hanya
berupa noda.
B.
MEKANISME SECARA
KIMIA DAN FISIKA
1) Mekanisme
secara kimia
Mekanisme
secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air dan minyak
dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi ditambahkan,
karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan dispersi minyak
dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun
minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang mempunyai gugus
hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan minyak
sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi yang stabil.
2) Mekanisme
secara fisika
Secara
fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya dengan
cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase terdispersinya akan
tersebar merata ke dalam medium pendispersinya.
(Ian,
2009)
C.
KESTABILAN EMULSI
Bila dua
larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air,
dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem
dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa
berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan,
maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi
emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam
waktu yang sangat singkat .
Kestabilan
emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1.
Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van
Der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat
dan mengendap.
2.
Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh
pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan
menstabilkan dispersi koloid.
Ada beberpa faktor yang
mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut :
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.
Mekanisme
Stabilisasi Emulsi:
- Emulgator surfaktan: membentuk lapisan film monolayer pada antar muka globul. Macam2 surfaktan: surfaktan kationik, anionik, nonionik (Span dan Tween), dan zwitter ion. Surfaktan harus dipanaskan karena akan meningkatkan asosiasi globul dan menurunkan viskositas fase terdispersi sehingga lebih mudah terbentuk.
- Emulgator koloid hidrofil: membentuk lapisan film multilayer pada antar muka globul dan dapat meningkatkan viskositas. Contoh koloid hidrofil: gelatin, agar-agar, tragakan, karagenan, gom arab, dan Na-alginat. Koloid hidrofil harus dikembangkan terlebih dahulu. Lapisan film multilayer terbentuk karena adanya air sehingga terbentuk crosslink/struktur 3 dimensi di sekitar globul karena adanya ikatan hidrogen sehingga dapat menjerat air. Selulosa jika digunakan sebagai koloid hidrofil, hati-hati terhadap valensi tinggi karena dapat merusak lapisan multilayer sehingga terbentuk koalescen. Koalescen adalah ukuran lapisannya berkurang karena emulgatornya berkurang.
- Emulgator partikel halus: membentuk lapisan monolayer pada antar muka globul karena kemampuan partikel halus teradsorpsi pada permukaan. Kekuatan stabilisator pada emulgator partikel halus sangat lemah, tergantung dari keruahan minyak. Tidak terbentuk lapisan multilayer dikarenakan partikel halus teradsorpsi pada permukaan globul. Contoh yang sering digunakan adalah veegum, bentonit, dan PGA. Veegum dan bentonit harus ditambahkan dengan air panas lalu dikocok dengan blender dengan kecepatan tinggi agar partikel dapat dipecah sehingga air bisa berpenetrasi ke dalamnya. PGA dikembangkannya tidak boleh dengan di blender karena nanti polimernya akan terpecah-pecah. Apabila terpecah makan akan tidak dapat membentuk crosslink antar polimer tersebut.
D.
PENERAPAN
DALAM PERISTIWA SEHARI
DAN INDUSTRI
a) Penerapan
dalam kehidupan sehari-hari
Salah
satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan
detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu emulgator yang
akan menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air. Detergen terdiri dari
bagian hidrofobik dan hidrofilik, minyak akan terikat pada bagian hidrofobik
dari detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi hidrofilik secara
keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana kotoran akan
terbawa lebih mudah oleh air.
b) Penerapan
dalam bidang industri
Dalam
bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan adalah industri saus
salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana asam cuka bersifat
hidrofilik dan minyak yang bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak dan
cuka. Pada awalnya akan mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam
larutan asam cuka setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan
bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga asam cuka dan
minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka dapat
ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin. Sistem
koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.