Rabu, 20 Maret 2013

Emulsi



Sistem koloid banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti di alam (tanah, air, dan udara), industri, kedokteran, dan pertanian. Di industri sendiri, aplikasi koloid untuk produksi cukup luas. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan satu sama lain secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala besar. Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari – hari adalah jenis emulsi.

Emulsi adalah dispersi koloidal 2 cairan yang tidak saling bercampur  atau merupakan suatu sistem  koloid yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan suatu emulgator / pengemulsi untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi dengan zat pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya akan saling menyatu. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Beberapa contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan emulgator gelatin.

Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem koloid emulsi karena dengan mengetahui sistem emulsi ini maka akan lebih mudah juga untuk mengetahui zat – zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk menstabilkan emulsi , cara kerja emulgator dalam mengemulsi, selain itu juga dapat diketahui faktor – faktor yang menentukan kestabilan emulsi tersebut.



A.    EMULSI
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium  pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir – butir ini bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator )  yang merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Masing – masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut:
a)      Emulsi gas (aerosol cair )
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya  hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol

b)      Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase  bersifat polar dan  non polar.Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.

c)      Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat.
Terdapat 2 tipe emulsi yaitu sebagai berikut :
a.       Emulsi  tipe o/w , dengan ciri – ciri:
·         Di dalam misel terdapat fase lipid
·         W( water) sebagai pengemulsi
·         O (oil) yang termulsi

b.      Emulsi tipe w/o , dengan ciri – ciri :
·         Di dalam misel terdapat fase air
·         O (oil) sebagai pengemulsi
·         W (water) yang termulsi

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan pendispersinnya. Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara bertahap  sehingga akan menurunkan energi bebas pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energi bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah.
Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu, ditentukan gaya – gaya:
·         Gaya tarik – menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini menyebabkan partikel – partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap
·         Gaya tolak – menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang muatannya sama saling bertumpukan.

Sedangkan bentuk – bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam yaitu sebagai berikut :
·         Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok –flok atau sebuah agregat
·         Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi pencampuran
·         Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah permukaan dan dasar
·         Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena adannya perubahan viskositas
·         Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang karena pengaruh suhu.
(Ladytulipe, 2009)

Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan (Demulsifikasi)  dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat.
Pengujian Tipe Emulsi
  • Test Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe O/W, maka emulsi ini akan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula sebaliknya dengan tipe W/O.
  • Test Kelarutan Pewarna
Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi. Misalnya amaranth, adalah pewarna yang larut air, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang larut minyak, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe W/O.
  • Test Creaming (Arah Pembentukan Krim)
Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe O/W, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan tipe W/O.
  • Test Konduktivitas Elektrik
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe O/W, dan begitu pula sebaliknya pada emulsi tipe W/O.
  • Test Fluorosensi
Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar ultra violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah W/O, jika emulsi tipe O/W, maka fluorosensi hanya berupa noda.


B.     MEKANISME SECARA KIMIA DAN FISIKA

1)      Mekanisme secara kimia
Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi yang stabil.

2)      Mekanisme secara fisika
Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium pendispersinya.
(Ian, 2009)
C.    KESTABILAN EMULSI
Bila dua larutan murni yang tidak saling campur/ larut seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat, maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat .
Kestabilan emulsi ditentukan oleh dua gaya, yaitu:
1.      Gaya tarik-menarik yang dikenal dengan gaya London-Van Der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan mengendap.
2.      Gaya tolak-menolak yang disebabkan oleh pertumpang-tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama. Gaya ini akan menstabilkan dispersi koloid.
Ada beberpa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yaitu sebagai berikut :
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.

Mekanisme Stabilisasi Emulsi:
  1. Emulgator surfaktan: membentuk lapisan film monolayer pada antar muka globul. Macam2 surfaktan: surfaktan kationik, anionik, nonionik (Span dan Tween), dan zwitter ion. Surfaktan harus dipanaskan karena akan meningkatkan asosiasi globul dan menurunkan viskositas fase terdispersi sehingga lebih mudah terbentuk.
  2. Emulgator koloid hidrofil: membentuk lapisan film multilayer pada antar muka globul dan dapat meningkatkan viskositas. Contoh koloid hidrofil: gelatin, agar-agar, tragakan, karagenan, gom arab, dan Na-alginat. Koloid hidrofil harus dikembangkan terlebih dahulu. Lapisan film multilayer terbentuk karena adanya air sehingga terbentuk crosslink/struktur 3 dimensi di sekitar globul karena adanya ikatan hidrogen sehingga dapat menjerat air. Selulosa jika digunakan sebagai koloid hidrofil, hati-hati terhadap valensi tinggi karena dapat merusak lapisan multilayer sehingga terbentuk koalescen. Koalescen adalah ukuran lapisannya berkurang karena emulgatornya berkurang.
  3. Emulgator partikel halus: membentuk lapisan monolayer pada antar muka globul karena kemampuan partikel halus teradsorpsi pada permukaan. Kekuatan stabilisator pada emulgator partikel halus sangat lemah, tergantung dari keruahan minyak. Tidak terbentuk lapisan multilayer dikarenakan partikel halus teradsorpsi pada permukaan globul. Contoh yang sering digunakan adalah veegum, bentonit, dan PGA. Veegum dan bentonit harus ditambahkan dengan air panas lalu dikocok dengan blender dengan kecepatan tinggi agar partikel dapat dipecah sehingga air bisa berpenetrasi ke dalamnya. PGA dikembangkannya tidak boleh dengan di blender karena nanti polimernya akan terpecah-pecah. Apabila terpecah makan akan tidak dapat membentuk crosslink antar polimer tersebut.
D.     PENERAPAN DALAM PERISTIWA SEHARI DAN INDUSTRI
a)      Penerapan dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu emulgator yang akan menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air. Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan hidrofilik, minyak akan terikat pada bagian hidrofobik dari detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi hidrofilik secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.

b)      Penerapan dalam bidang industri
Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunakan adalah industri saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana asam cuka bersifat hidrofilik dan minyak yang bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak dan cuka. Pada awalnya akan mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam larutan asam cuka setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga asam cuka dan minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka dapat ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin. Sistem koloid ini dikenal sebagai mayonnaise.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please,, kasih comment ya.. :))